Selasa, 04 Maret 2008

"Byar-Pet" Sebuah ironi tentang listrik di negri ini


Berbagai laporan tentang pemadaman listrik bergilir menjadi topik berita-beita nasional di negri ini, riuh rendah komentarpun bermunculan di sana sini, bagi saya sebagai wargabangsa menjadi suatu pertanyaan yang sangat masgul bagaimana bisa kita yang mempunyai SDA melimpah ruah kekurangan pasokan enrgi listrik, di mana baru 52% dari sekitar 220 juta warga bangsa ini yang bisa menikmati terangnya lampu listrik hasil temuan Thomas Alva Edison yang lahir di Milan, Ohio, Amerika Serikat, 11 Februari 1847 dan Meninggal: West Orange, New York, pada tanggal 18 Oktober 1931. bandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura yang sudah hampir mendekati 100%, Brunei Darussalam sekitar 80% dan Malaysia yang sudah sekitar 60%.

Lalu sudah menjadi kebiasaan di negri ini untuk mencari “kambing putih “ bahwa faktor cuacalah yg menjadi kendala tongkang-tongkang untuk membawa batubara dari Kalimantan dan sekitarnya ke generator PLN, saya jadi ingat di suatu waktu di rumah mentri Hatta Rajasa dalam acara buka puasa bersama bulan oktober di tahun 2007, tiba-tiba saja listrik mati {dalam hati : wah rumah mentri di kompleks paling elit di widya candra saja listrik mati} apalagi di rumah rakyat kebanyakan, sungguh ironi

Subsidi pemerintah untuk operasional PLN pun terus meningkat. Pada 2007, misalnya, jumlah subsidi awalnya ditetapkan Rp 25,8 triliun. Namun, permintaan terus naik sehingga pemerintah menambah jumlah subsidi menjadi Rp 33,67 triliun. Dari jumlah itu, Rp 32,4 triliun dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2007. Sisanya dibebankan (carry over) ke APBN 2008. Untuk tahun-tahun mendatang, situasinya juga agaknya tidak menggembirakan. Pada 2008, belum ada pembangkit bersekala besar yang masuk ke Sistem Jawa-Bali.

Hampir sebagaian besar Pembangkit Listrik kita menggunakan energi BBM padahal masih 48% lagi energi listrik nasional yang harus di pasok agar di tahun 2015 seluruh daerah di Indonesia mendapat aliran listrik. Lalu kita bisa berhitung lagi berapa Trilun lagi subsidi yang di perlukan....., sudah saatnya energi alternatif tidak hanya menjadi wacana namun dengan kerangka kerja yang sistematis, empiris dan di dukung oleh political will yang bagus untuk segera memelopori penggunaan energi tang terbaharukan sebagai misal tenaga surya, nabati seperti jarak dll.

Tidak ada komentar: